Kebudayaan dan Keberagaman

Tema Keberagaman, tiba-tiba mengingatkan saya dengan perjalanan penelitian kebudayaan yang saya dan dua teman kampus lakukan pada tahun 2015 silam. Merasa memiliki ikatan emosional dengan daerah asal dan merasa bahwa tanah kelahiran memiliki kebudayaan yang membedakan antara kebudayaan dari daerah lainnya akhirnya kita membuat penelitian ini.
 

Ritual Pangewaran
Di tulisan kali ini saya mencoba untuk menuliskan tentang keberagaman dan kebudayaan, karena keberagaman dan kebudayaan merupakan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk Indonesia negara kita tercinta. Salah satu aspek yang menyebabkan negara Indonesia menjadi negara yang beragam dan kaya adalah karena banyaknya kebudayaan yang dimiliki.

Berbicara tentang kebudayaan, setiap daerah di Indonesia memiliki kebudayaan dan tradisi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dan setiap tradisi yang dilakukan disetiap daerah pasti memiliki nilai dan makna tersendiri dalam setiap prosesinya. Seperti pada tari Besayak Air Batu yang berasal dari daerah Jambi. Tari Besayak Air Batu yang hampir punah ini kembali diperkenalkan dan dilestarikan oleh masyarakat sekitar bukan hanya karena tari ini mampu menghibur masyarakat atau warga yang menyaksikannya, melainkan tarian ini memiliki makna dan nilai yang perlu ditanamkan dalam jiwa pemuda dan pemudi daerah tersebut. Tari Besayak air batu diperankan oleh seorang laki-laki berpakaian wanita, dikarenakan dalam hukum adat masyarakat sekitar seorang wanita dan laki-laki dilarang dilarang untuk menari bersama.

Tradisi diatas secara tidak langsung mengajarkan bahwa sejak dahulu kala kita telah memiliki tradisi yang mengajarkan bagaimana semestinya pemuda pemudi untuk bergaul dan berinteraksi dalam masyarakat. Dari jaman dahulu kita telah diajarkan tentang batas-batasan dalam pergaulan antara pemuda dan pemudi. Tarian diatas merupakan serangkaian gerakan yang bukan sekedar gerakan untuk menghibur namun serangkaian gerakan yang sarat makna dan nilai di dalamnya.

Berbeda dengan tari adat Besayak Air Batu dari Jambi, di Aceh terdapat satu daerah yaitu Pining, Gayo Lues yang menerapkan hukum adat tentang larangan untuk merusak lingkungan. Setiap warga yang yang merusak lingkungan akan dikenai denda mulai dari 1 juta sampai 10 juta disesuaikan dengan besar kecilnya pelanggaran yang telah dilakukannya. Hukum adat yang telah disepakati oleh beberapa kepala suku adat ini merupakan satu contoh bahwa di negara kita adat istiadat masih memiliki peranan penting dalam mengendalikan kehidupan warga negara indonesia di beberapa daerah.

Selain dari dua adat diatas, Indonesia masih memiliki beribu tradisi dan hukum adat yang berlaku di setiap daerah dari Sabang sampai Merauke, dan salah satu tradisi adat yang belum familiar oleh khalayak adalah tradisi adat Pangewaran di Desa Kaluppini Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.  Tradisi yang diadakan setiap delapan tahun sekali ini merupakan sebuah ritual untuk menyukuri rejeki yang telah diberikan selama delapan tahun sebelumnya dan untuk memohon keberkahan untuk delapan tahun berikutnya. Ritual yang dilakukan untuk mengenang dan menghargai 8 To Manurung (8 Leluhur Masyarakat Kaluppini, sesuai dengan kepercayaan masyarakat).

Ritual Pangewaran sendiri memiliki sejarah dimana pada zaman dahulu desa Kaluppini merupakan desa yang subur dengan hasil bumi yang melimpah. Diriwayatkan bahwa saking makmurnya masyarakat di desa Kaluppini sampai satu kali masyarakat menanam padi, padi dapat di panen tujuh sampai delapan kali. Kekayaan yang melimpah tersebut membuat masyarakat menjadi lengah dan lupa bahwa apa yang mereka miliki sekarang berasal dari sang Maha pemberi karunia. Mereka lupa akan prosesi-prosesi adat yang biasa dilakukan, Mereka lupa untuk hidup sederhana sesuai dengan yang diajarkan leluhur, mereka lupa terlena dengan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan hidup berfoya-foya.

Foto Bersama Ketua Adat Desa Kaluppini
Sampai pada satu masa, Sang Maha Kuasa murka dan memberikan azab bagi Masyarakat Kaluppini sehingga terjadi kemarau yang berkepanjangan, ternak-ternak yang sebelumnya gemuk-gemuk mati, tanaman yang sebelumnya tumbuh subur tidak mampu bertahan hidup, dan sumber air-pun sangat sulit untuk didapatkan. Sampai akhirnya Masyarakat menyadari akan kekeliruan yang mereka perbuat dengan melaksanakan ritual Pangewaran agar para leluhur mereka mengampuni kesalahan yang telah diperbuat dan meminta ampun pada sang Maha pencipta.

Ketiga kebudayaan, dengan tradisi dan hukum adat yang dijelaskan diatas, kita dapat memetik nilai bahwa adat, tradisi, dan hukum adat bukan hanya sekedar kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang, bukan juga hanya aturan-aturan yang mengikat, tapi dibalik semua itu terdapat nilai-nilai dan makna yang ingin disampaikan kepada masyarakat adat tersebut.

Jadi, sebagai generasi muda jaman now, kita tidak boleh melupakan tradisi-tradisi adat yang telah diajarkan oleh pendahulu-pendahulu kita, kita harusnya bangga dengan apa yang diwariskan para pendahulu kita, yakni dengan cara melestarikan kebudayaan dan menerapkan nilai-nilai luhur yang ada didalamnya. Bukan hanya itu, sebagai generasi jaman now sudah semestinya kita mempelajari sejarah-sejarah yang dimiliki oleh daerah kita, sebagai tanda bahwa kita memiliki tanda dan pembeda dari daerah-daerah lainnya, dan negara kita merupakan negara yang beragam dan kaya akan kebudayaan.


 
Source :
http://www.acehkita.com/10-juta-denda-adat-bagi-perusak-lingkungan-di-pining/
http://independen.id/read/budaya/468/besayak-tari-bebancian-penjaga-hukum-adat/


Pict :  
Koleksi Aii Zhiier Sinaga Kondongan  






















Share:

1 comments